Friday, April 6, 2007

Info 7/ Artikel/ POOPMAGZ! Vol.01


"T-Shirt (aja) Punya Sejarah" --------------------------------------------------------------
Oleh : Yudhistira S. Utama dan Mimbar L Prayoga (Pengamat Kaos)
Image : The T-Shirt Book

Perubahan fungsi t-shirt telah dimulai semenjak bangsa kita masih dijajah. Dari pakaian dalam polos belaka, kemudian menjadi media eksplorasi desain grafis, hingga pada tahun 1948 untuk pertama kalinya dicatat dalam sejarah t-shirt dipakai sebagai perangkat aksi dari sebuah kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat. Calon Presiden dari New York, Thomas Dewey menjadikan t-shirt bertuliskan “Dew-it-with-Dew” sebagai salah satu media kampanyenya. Dwight D. Eisenhower, presiden Amerika Serikat ke 32, mengikuti cara tersebut dengan membuat "I Like Ike" untuk kampanye pencalonan dirinya sebagai presiden pada tahun 1952. Kampanye dengan t-shirt dinilai ‘manjur’ oleh banyak pihak sehingga kemudian ditiru sampai hari ini. Tak terkecuali di Indonesia.

Di negara kita pada masa kampanye menjelang pemilihan umum, t-shirt menjadi penanda dari suatu identitas kolektif, yaitu massa partai politik tertentu. Namun pembentukan identitas kolektif tersebut lebih ditujukan sebagai alat yang dapat memudahkan suatu kelompok, dengan kepentingan tertentu, untuk memobilisasi massa. Tak heran jika seringkali muncul aksi-aksi massa suatu partai politik yang tujuannya justru melenceng jauh dari esensi penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri. Penggunaan t-shirt sebagai penanda identitas kolektif kemudian merambah ke dunia musik. Bahkan terdapat indikasi bahwa melalui musik pula-lah t-shirt menjadi sedemikian populer sebagai simbol identitas. Sebut saja Zack De la Rocha (ex vokalis Rage Against the Machine), Chris Martin (Coldplay), di Indonesia ada Kaka (Slank), atau yang lebih old school Iwan Fals. Dari sinilah kemudian fungsi t-shirt mulai bergeser menjadi media untuk menyampaikan protes atau advokasi terhadap suatu isu.

Pergeseran fungsi t-shirt tersebut tidak terlepas dari peran kaum intelektual muda. Kehausan akan informasi; hasrat eksplorasi dan kepeduliannya terhadap fenomena yang ada di lingkungannya mendorong kaum muda ini untuk menyampaikan buah pemikirannya kepada khalayak luas. Dan inilah alasan mengapa t-shirt menjadi pilihan fashion bagi kaum muda. Terutama kaum muda yang sebagian besar aktivitas dan interaksinya berada di lingkungan akademis namun tidak merasa cukup dengan hanya-belajar-di kelas. Selain model potongan t-shirt yang simple dan bahan luwes yang jelas menjadikannya sangat nyaman dipakai di daerah beriklim sub-tropis seperti yang sekarang kita tempati ini, t-shirt juga dapat menjadi media representasi idealisme si pemakai. Hal ini pula-lah yang kiranya mendasari gerakan penyelamatan hutan kota seperti yang dilakukan oleh Poop Magz.

Hal yang kemudian perlu untuk diingat adalah bahwa t-shirt merupakan media komunikasi satu arah dengan kempampuan untuk menyampaikan informasi yang terbatas. Sehingga seringkali si pemakai tidak benar-benar paham akan pesan yang dicoba untuk disampaikan melalui t-shirt. Tak heran jika ada orang yang mengenakan t-shirt dengan gambar tiga anak panah yang tersusun menjadi tiga sudut dari segitiga sama sisi tanpa mengetahui arti dari lambang tesebut atau kaos bertuliskan Ganyang Malaysia! Yang bisa kita lihat di toko-toko kecil di bilangan jalan Mataram Jogjakarta. Terlebih, bagaimanapun juga t-shirt merupakan komoditas ekonomis. Dan sejalan dengan hukum permintaan dan penawaran, t-shirt yang banyak dipakai tentu kemudian akan terus direproduksi oleh produsen hingga akhirnya memasuki daur trend-basi-diganti.

No comments: